Minggu, 30 Maret 2008

Konflik dengan Keluarga


v Remaja tengah mencari jati dirinya.
v Dalam usaha untuk mencari jati dirinya, ia berusaha menghimpun informasi sebanyak mungkin,
v Informasi tersebut kadang brtentngan dengan nilai-nilai yang ia peroleh dari kelurganya. Saat itulah terjadi konflik psikis.

Remaja tidak menerima kedaan dirinya:
v Saat mencari jati dirinya ia berusaha menemukan figure ideal
v Ia berusaha mengamati, menganalisa dan meniru figur ideal yang dimimpikannya
v Ada banyak segi positif dari proses ini namun ada segi negatifnya tentu ada
v Salah satu sisi negatifnya adalah ia merasa tidak percaya diri karena tidak sesuai dengan Figure idolanya.



Diangkat dari kisah nyata pengalaman pribadi penulis
Konflik dengan keluarga
Saat ini aku berusia sembilan belas tahun. Masih muda memang!masih remaja. Segudang pertanyaan tetang diriku terus bergejolak. Pertanyaan ini berurat dan berakar menggerogoti jiwaku bagai sebuah virus yang mematikan, Jujur saja, sampai saat ini aku belum bisa menjawab jika ada orang yang bertanya tentang siapa aku? mau jadi apa kelak?. Pertanyaan yang sederhana memang. Namun begitu kompeks! Kau tau untuk menjawab pertanyaan itu, aku perlu berkontemplasi bertahun-tahun! Kata orang, masa remaja memang masa yang indah dan penuh misteri. Jika memang demikian biarlah ia tetap menjadi misteri.
Kadang aku mencoba untuk menghimpun semua infomasi tentang diriku. Subernya bisa dari mana saja kadang dari ayah, ibu, saudara, guru, buku, majalah dan tentu saja semua sumber yang dapat kujadikan sebagai bahan referensi. Tentu saja informasi yang kuperoleh belum tentu benar. Namun cukup untuk kujadikan bekal agar aku mengenal diriku yang sebenarnya.
Selain itu, informasi yang ku peroleh kadang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam keluargaku. Misalnya aku pernah ingin menjadi rocker. Menurutku seorang roker itu cool. Namun ayahku yang berprofesi sebagai ustadz tidak setuju. Ayah ingin agar aku menjadi ustadz dan memimpin pondok pesantren yang di dirikan oleh kakekku itu sebabnya Ia melarangku untuk mengikuti kursus musik padahal apa salahnya jadi rocker?

Tidak percaya diri.
Aku terglong remaja yang tidak percaya diri dan sulit untuk bersosialisasi. Aku merasa bahwa aku adalah orang yang paling jelek sedunia. Tubuhku kurus seperti tiang telepon dan wajahku seperti beliung. Ingin rasanya kubunuh rasa itu namun hingga kini rasa itu tetap ada dan memayungi hari-hariku yang sepi.
Ibuku yang baik seringkali menasihatiku agar selalu percaya diri. “Biar bagai manapun aku tergolong anak yang cerdas, ingat nak! kamu cerdas dan semua orang suka padamu”, demikian kata ibuku. Namun nyatanya tidak demikian. Teman-temanku tidak menyukaiku bagi mereka aku adalah monster yang menjijikan.
Kekasih? Tentu saja aku tidak punya kekasih! O ya, sebelumnya aku punya kekasih. Saat itu rasa percaya diriku meningkat. Aku merasa diriku dihargai seutuhnya karena ia mau menerimaku apa adanya. Namun setelah dua bulan ia memutuskan hubungan kami tanpa ada alasan yang jelas. Entahlah mungkin ia merasa jijik atau malu memiliki kekasih seperi aku.
Entah kenapa dunia ini begitu kejam? Apa salahnya jadi cowok jelek? Apa salahnya memiliki wajah tak setampan ARIEL PETERPAN? Apa aku harus operasi pelastik agar semua orang menyukaiku? Kata orang, mmiliki wajah tampan adalah anugerah. Kalau wajah jelek, itu takdir! Takdir yang pahit!

Tidak ada komentar: